Bandar Lampung, NL – Para praktisi hingga pemerhati seni dan budaya berkumpul di Gedung Kemahasiswaan Unila lt.2 Usai isya pada tanggal 27 Januari kemarin dalam sebuah acara “Satu Malam 27an”. Acara tersebut merupakan sebuah ruang silaturahmi dan diskusi rutin setiap bulan yang diadakan oleh UKMBS Unila, KAULA, dan segenap pelaku seni dan budaya di Lampung,
Sebagai pembuka di awal tahun 2023, acara yang difokuskan membincangkan berbagai fenomena dan permasalahan yang ada dalam ranah seni dan budaya ini mengangkat tema “Seni dan Budaya Untuk Lampung Berjaya”. Sebagai pemantik diskusi telah dihadirkan dua orang pembicara yang berkompeten membincangkan tema tersebut, yakni Ari Pahala Hutabarat (Budayawan, Sastrawan, danSutradara Komunitas Berkat Yakin) dan Gino Vanollie (Pemerhati budaya dan Kepala Kantor DPD RI Provinsi Lampung).
Hislat Habib selaku ketua Pelaksana mengatakan bahwa kegiatan yang sudah dimulai sejak 2022 lalu ini akan diupayakan terus berlanjut ke depannya. “Di Lampung, kita sangat minim ruang-ruang silaturahmi semacam ini. Sangat jarang ada ruang untuk membincangan permasalahan menyangkut kebudayaan di Lampung. Ini urgen. Maka harapannya ruang kecil ini bisa menjadi pemantik kita semua untuk melihat bahwa kebudayaan kita sedang tidak baik-baik saja. kami juga berharap teman-teman semua bisa terus mendukung dan merapatkan barisan dalam gerakan ini.”
Dalam sesi diskusi Gino Vanollie mengungkapkan bahwa Lampung sedang mengalami krisis kebudayaan yang akut. “Selama beberapa dekade ini Pemerintah tidak memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan kebudayaan Lampung. semuanya seolah berjalan masing-masing, mengalir begitu saja. Situasi auto-pilot tanpa arah dan tujuan yang jelas, terjadi terus-menerus. Ini sangat mempihatinkan, ada banyak sekali problem yang harus kita bereskan. Oleh karena itu saya menyambut dengan sangat antusias acara seperti ini. Ini acara keren dan mesti terus digaungkan.“
Ari pahala hutabarat menambahkan, “tentu Pemerintah memikul dosa besar akan masalah kebudayaan kita saat ini, tapi belum saatnya kita face-to-face dengan mereka. Tantangan kita yang pertama adalah menyatukan para inteletual dan seluruh instrumen yang bersangkutan. Samakan dulu imajinasi kita, baru kita bisa berhadapan dengan pemerintah. Solidaritas adalah poin pertama yang mesti kita bangun. Dan di kegiatan semacam ini harapannya itu semua bisa diwujudkan. Kita sama-sama menjaga kewarasan. Jangan kita asik sendiri-sendiri, apalagi menjadi pengkhianat dengan main dua-kaki.”
Acara tersebut juga dimeriahkan dengan penampilan musik oleh Orkes Bada Isya. Kopi dan cemilan dihidangkan. Diskusi berjalan khidmat, setelah dua pembicara usai memaparkan pemikirannya, sesi tanya-jawab dilangsungkan hingga pada pukul 23.30 WIB.