Wiyadi: Agama dengan Pancasila Selaras Tidak Bertentangan

Bandar Lampung, NL – Ketua DPRD Kota Bandar Lampung, Wiyadi, menjelaskan tentang makna pengamalan sila-sila Pancasila, yang merupakan ideologi bangsa Indonesia. Penjelasan ini disampaikan dalam sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila dan wawasan kebangsaan (IP-WK) yang diadakan oleh anggota DPRD Bandarlampung, Wiyadi, di Taman Wisata Lengkung Langit 2 (L-2) Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, pada Sabtu (01/04/23).

Wiyadi, yang juga merupakan Ketua DPC PDI-Perjuangan Kota Bandar Lampung, menjelaskan mengapa ideologi Pancasila perlu dipahami kembali oleh masyarakat, karena kondisi saat ini memerlukan pengingat kembali tentang pentingnya nilai-nilai dan norma-norma Pancasila.

“Dalam diskusi kita kali ini, kita berdialog tanpa menggurui, sesuai dengan pengalaman masing-masing kita, yang tentunya berbeda-beda. Pancasila sudah menjadi dasar negara Indonesia yang final, dan tidak ada lagi perdebatan antara Pancasila dengan agama,” paparnya.

Wiyadi melanjutkan, belakangan ini banyak muncul paham-paham yang perlu diingatkan kembali oleh pemerintah agar kembali kepada makna penting dari nilai dan dasar Pancasila. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak akan terpecah-belah selama Pancasila tetap menjadi ideologi yang dianut, karena Pancasila menjadi perekat dan pemersatu bangsa Indonesia.

“Sebelum merdeka, bangsa Indonesia terdiri dari pulau-pulau, suku, bahasa, budaya, agama, dan perbedaan lainnya. Dengan banyaknya perbedaan tersebut, para pendiri bangsa merumuskan Pancasila sebagai dasar negara dan menjadi pemersatu bangsa. Dan yang paling hakiki adalah bahwa agama dan Pancasila sejalan dan tidak bertentangan,” katanya.

Makna sila pertama Pancasila adalah ketuhanan, yang berarti setiap individu yang tinggal di Indonesia harus memilih salah satu agama yang diakui oleh bangsa Indonesia. “Bangsa Indonesia menjaga toleransi antar umat beragama. Silahkan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing,” jelasnya.

Sila ke-2 adalah kemanusiaan, yang berarti bangsa Indonesia memiliki rasa kemanusiaan, sebagai contoh jika ada musibah, pasti memberikan bantuan, meskipun tidak mengenal mereka, bantuan kemanusiaan tetap diberikan.

“Bangsa Indonesia hidup berdampingan satu sama lain, saling bahu membahu bergotong royong, tidak ada ceritanya di dunia ini kita mau hidup sendirian. Semua manusia membutuhkan bantuan orang lain, saling memahami dan menghormati satu sama lain,” ungkapnya.

Sila ke-3, Persatuan Indonesia, bermakna bahwa dari Sabang sampai Merauke kita adalah satu, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kita tidak boleh mudah terpecah belah oleh hal-hal yang tidak penting, kita harus menjaga kesatuan dan persatuan bangsa, hidup dalam kerukunan dan saling tolong-menolong.

Sila ke-4, Permusyawaratan dalam Perwakilan, memiliki makna bahwa semua permasalahan harus diselesaikan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Intinya, semua persoalan harus dibicarakan bersama dalam semangat musyawarah untuk mencapai kesepakatan bersama.

Sila ke-5, Keadilan Sosial, dalam Sila ini, setiap individu memiliki persepsi sosial masing-masing. Namun, dalam konteks bernegara, prinsipnya adalah pembangunan dilakukan secara adil dan merata, contohnya seperti pembangunan kereta api di Papua, Kalimantan, dan Sulawesi saat ini. Artinya, pemerintah harus melakukan pembangunan secara merata untuk menghindari kesenjangan sosial.

Dalam pertemuan tersebut, IP-WK Wiyadi didampingi oleh beberapa narasumber, antara lain Tunas Budi Lukito dari praktisi politik PDI-P dan Melinda, tenaga ahli pimpinan DPRD. Ketua DPRD Wiyadi juga meminta kepada beberapa peserta untuk menjelaskan pengertian, makna, dan nilai-nilai dari kelima sila Pancasila.

Rilis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *